|
|
| |
Jantera Bianglala
| Ahmad Tohari
| Atas kehendaknya sendiri kehidupan sering memanjakan seseorang dengan cara memberinya kecantikan. Srintil, ronggeng Dukuh Paruk dan sekaligus daya hidup pedukuhan yang melarat itu, adalah salah seorang di antara mereka yang mendapat hadiah kecantikan.
Bagi Srintil, menjadi ronggeng adalah tugas hidup yang sudah ditentukan dalam cetak biru pakem hidupnya. Namun ketika status ronggeng ternyata mengantarkannya ke rumah penjara selama dua tahun, Srintil berupaya merayap menggapai makna kehidupan yang lebih terang. Dengan kemampuan nuraninya sendiri Srintil berhasil mencapai dataran di mana dia mendapat keyakinan baru. Bahwa menjadi perempuan milik umum tidak lebih berharga daripada menjadi perempuan rumah tangga. Keyakinan baru ini dibelanya dengan keras. Dan Srintil merasa hampir menanng ketika seoranng lelaki bermartabat kelihatan menaruh minat kepadanya. Sayang, kehidupan masih ingin membanting Srintil sekali lagi; bantingan dahsyat sehingga kemanusiaan Srintil hanya tersisa pada sosok dan namanya.
Srintil yang hancur jiwa dan raganya menggugah kesadaran Rasus, anak muda sepermainan Srintil ketika bocah. Rasus akhirnya mengerti, Srintil yang tinggal menjadi puing dan Dukuh Paruk yang melarat seumur-umur adalah amanat baginya. Srintil harus dibebaskan dari kegetiran dan Dukuh Paruk bersama puaknya tidak bisa lebih lama dibiarkan seperti apa adanya. Jentera Bianglala ini adalah buku ketiga dan terakhir dari urutan dua buku lain yang mendahuluinya, yakni Ronggeng Dukuh Paruk dan Lintang Kemukus Dini Hari
|
|
|
|